Inspirasi Hidup
Kisah 1001 Malam
Ada dua orang sahabat pengusaha yang kaya bernama Abu dan Ahmad. Suatu hari mereka sedang membicarakan isu untuk menjadi kaya.
Abu mengatakan bahwa apabila seseorang diberi banyak uang ia akan bisa mengubah kehidupannya, sementara Ahmad berpendapat sebaliknya. Ahmad mengatakan bahwa kesuksesan itu akan tercipta kalau hal itu dimulai dengan ketulusan hati untuk membantu orang lain. Makin lama perdebatan mereka makin sengit. Mereka pun bersepakat untuk ke pasar mencari seorang fakir miskin untuk membuktikan teori masing-masing.
Ketika bertemu dengan pengemis di pasar, abu bertanya kepadanya, "Sekiranya aku memberimu 100,000ribu dinar, apakah hidupmu akan berubah dan kamu tidak lagi menjadi pengemis". Si pengemis menjawab,"Jangankan 100,000 ribu dinar, dengan 10,000 ribu dinar saja aku akan bisa mengubah hidupku dan tidak perlu lagi menjadi pengemis".
Abu lantas memberi pengemis itu uang 100,000 ribu dinar dan berjanjilah mereka untuk bertemu lagi kira-kira satu bulan dari tanggal tersebut. Dengan perasaan suka cita si pengemis menggunakan sedikit uang yang diberikan untuk membeli roti buat makan keluarganya di rumah dan sisanya disimpan di sorban yang dipakainya.
Dalam perjalanan pulang ke rumah, ia menjinjing rotinya di tangan dan tiba-tiba datang seekor burung elang hendak merebut roti yang dibawanya. Dengan sekuat tenaga dia mempertahankan bunhkusan roti tersebut sehingga tidak bisa direbut oleh burung elang. Kejadian ini berlangsung beberapa detik da karena burung elang tidak bisa mendapatkan bungkusan yang dijinjing itu, ia pun menyambar sorban yang dipakai oleh si fakir dan membawanya terbang. Dengan perasaan duka, si pengemis pulang ke rumah dengan membawa roti untuk dimakan oleh keluarganya sambil menangisi kejadian yang telah membuatnya tidak bisa mengubah kehidupannya.
Satu bulan kemudian, sesuai waktu yang disepakati, Abu dan Ahmad bertemu lagi untuk mengunjungi si pengemis untuk membuktikan apakah teori yang dikatakan Abu benar, yakni kehidupan seseorang akan benar- benar berubah sekiranya diberikan banyak uang. Dalam perjalanan, Ahmad melihat sebuah batu hitam di jalan, ia mengambilnya dan mengantunginya dalam saku. Sewaktu mereka berjalan, Abu dengan sombongnya mengatakan bahwa si pengemis pastilah tidak lagi meminta sedekah di pasar dan hidup enak di rumah baru beserta keluarganya.
Sesampainya di pasar, mata Abu terbelalak begitu melihat si pengemis itu masih meminta sedekah di tempat biasanya dan dengan perasaan marah Abu berkata, "Kamu adalah manusia yang tidak tahu bersyukur dan tamak. Kamu telah berjanji padaku bahwa apabila kamu mendapatkan uang dariku, kamu tidak akan menjadi pengemis lagi dan hidupmu akan berubah. Apakah kamu berharap aku akan memberimu uang lagi sementara kamu seenaknya mengemis di jalan ini. Sesungguhnya kamu adalah manusia pemalas dan uang yang telah kuberikan pastilah kamu simpan saja dengan harapan kamu mendapatkan tambahan uang dariku atau orang lain". Dengan perasaan sedih dam malu si pengemis menceritakan kejadian yang menimpanya, tetapi Abu tetap bersihkeras dengan mengatakan kisah tersebut merupakan kebohongan semata.
Ahmad berusaha menenangkan keadaan dan meminta Abu menahan emosi, sambil berkata, "Aku percaya dengan kisah yang kamu ceritakan. Di kantungku ada batu hitam yang aku temukan di jalan sewaktu menuju kemari. Simpanlah batu ini dan gunakan dengan cara yang benar". Walaupun merasa heran dan keberatan untuk menyimpannya karena menganggap batu itu tidak bernilai, si pengemis itu toh menerima batu itu dan memasukannya ke dalam sakunya, karena ia tidak mau menyinggung perasaan Ahmad.
Abu dan Ahmad pun pulang ke rumah masing-masing. Abu masih jengkel dan kesal dengan si pengemis. Dia mengatakan bahwa si pengemis itu pembohong besar dan tetap yakin bahwa hidup orang akan berubah bila dia diberi banyak uang.
Si pengemis itu tinggal di sebuah perkampungan nelayan dan tetangganya adalah seorang nelayan yang setiap hari pergi melaut untuk menangkap ikan. Pada malam itu, tetangganya sedang memperbaiki jalanya. Dia mendapati bahwa kurang satu batu untuk mengikat jalanya sebagai pemberat. Karena hari telah malam dan esok pagi dia harus sudah berangkat melaut, maka dengan perasaan penuh harap ia pergi ke rumah si pengemis sambil menanyakan apakah di rumahnya ada batu yang bisa digunakan untuk pemberat jala. Si pengemis itu langsung teringat akan batu yang diberikan oleh Ahmad di pasar dan karena menganggap batu itu tidak bernilai, dengan ketulusan hatinya dia memberikan batu itu kepada tetangganya. Si tetangga berjanji bahwa ikan pertama yang ditangkapnya esok pagi akan diberikan kepada si pengemis.
Entah kenapa pagi itu dia hanya mendapat seekor ikan yang berukuran agak besar. Namun sesuai dengan janjinya, ikan tersebut diberikan kepada si pengemis. Si pengemis menolaknya dengan mengatakan bahwa dia menolong dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan apapun atas hal itu. Si tetangga bersih keras memberikan ikan yang ditangkapnya untuk memenuhi janjinya. Si pengemis pun menerima agar tetangganya tidak sakit hati karena pemberiannya ditolak. Sebelum dimasak, dia membelah perut ikan itu untuk dicuci. Matanya terbelalak kaget begitu melihat kilauan emas dalam perut ikan tersebut. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tapi perut ikan itu memang penuh dengan emas. Dia lantas menjual emas itu dan memakai uangnya sebagai modal usaha berjualan kain. Akhirnya ia menjadi seorang pedagang yang cukup kaya dan terkenal ditempatnya.
Sampai waktunya, Abu dan Ahmad kembali ke pasar yang sama untuk bertemu dengan si pengemis untuk mendapatkan jawaban yang tepat mengenai resep utama untuk sukses: uang semata-mata ataukah membantu orang lain dengan ketulusan hati.
Ketika sampai di pasar, mereka tidak bisa menemukan si pengemis itu. Mereka bertanya kepada orang-orang di situ, yang menceritakan bahwa dia tidak lagi mengemis karena sekarang telah menjadi seorang pedagang kain yang kaya raya, dan mereka memberikan alamat tempat tinggalnya yang sekarang. Dengan mudah mereka menemukan rumah si pengemis itu karena dia telah menjadi orang yang terkenal dengan sifat murah hati dan dermawan.
Dalam perjalanan mencari rumah si pengemis, Abu masih bersih keras bahwa perubahan hidup si pengemis terjadi karena uang yang telah diberikannya dahulu, tapi dia berpura-pura menjadi pengemis supaya apabila mereka bertemu lagi, Aku akan memberinya tambahan uang lagi.
Sesampai di rumahnya, Abu angkat bicara, "Aku bangga dengan perubahan hidupmu sekarang. Tapi aku kesal karena kamu berbohong kepadaku dengan mengatakan bahwa uangmu telah dibawa terbang oleh burung elang. Sungguh tidak masuk akal, bukan? Aku yakin kamu telah menggunakan uang yang dulu aku berikan untuk memulai usahamu sehingga sekarang kamu telah menjadi seorang yang kaya raya".
Dengan tenang, Ahmad bertanya bagaimana kisah sebenarnya yang telah membuat dia berhasil mengubah hidupnya, dari pengemis menjadi pengusaha. Maka dia pun menceritakan pengalamannya yang sungguh luar biasa itu. Tiba-tiba matanya tertumpu kepada sebuah sarang burung elang yang agak ganjil di pucuk pohon kelapa yang alasnya menyerupai sorban yang dulu dipakainya. Maka dipanjatnya pohon kelapa tersebut dan dia mendapati bahwa di sarang burung tersebut memang ada sorbannya dan uangnya pun masih utuh. Maka dipulangkan uang tersebut kepada Abu, tetapi Abu tidak mau mengambil uang tersebut sambil berpesan agar uang ini disedekahkan dengan ketulusan hati kepada orang lain yang lebih membutuhkan.
Pengalaman orang itu membuka mata Abu dan dia akhirnya mengakui bahwa manusia bisa mengubah hidupnya apabila dia dengan ketulusan hati mau mengubah hidupnya, selalu terbuka untuk membantu orang lain yang dalam kesulitan tanpa mengharapkan balasan apapun.
Yakinilah dirimu bahwa kesuksesan berawal dari ketutulusan hatimu, tulus dalam membantu orang lain maupun menjalani hidupmu.
Satu bulan kemudian, sesuai waktu yang disepakati, Abu dan Ahmad bertemu lagi untuk mengunjungi si pengemis untuk membuktikan apakah teori yang dikatakan Abu benar, yakni kehidupan seseorang akan benar- benar berubah sekiranya diberikan banyak uang. Dalam perjalanan, Ahmad melihat sebuah batu hitam di jalan, ia mengambilnya dan mengantunginya dalam saku. Sewaktu mereka berjalan, Abu dengan sombongnya mengatakan bahwa si pengemis pastilah tidak lagi meminta sedekah di pasar dan hidup enak di rumah baru beserta keluarganya.
Sesampainya di pasar, mata Abu terbelalak begitu melihat si pengemis itu masih meminta sedekah di tempat biasanya dan dengan perasaan marah Abu berkata, "Kamu adalah manusia yang tidak tahu bersyukur dan tamak. Kamu telah berjanji padaku bahwa apabila kamu mendapatkan uang dariku, kamu tidak akan menjadi pengemis lagi dan hidupmu akan berubah. Apakah kamu berharap aku akan memberimu uang lagi sementara kamu seenaknya mengemis di jalan ini. Sesungguhnya kamu adalah manusia pemalas dan uang yang telah kuberikan pastilah kamu simpan saja dengan harapan kamu mendapatkan tambahan uang dariku atau orang lain". Dengan perasaan sedih dam malu si pengemis menceritakan kejadian yang menimpanya, tetapi Abu tetap bersihkeras dengan mengatakan kisah tersebut merupakan kebohongan semata.
Ahmad berusaha menenangkan keadaan dan meminta Abu menahan emosi, sambil berkata, "Aku percaya dengan kisah yang kamu ceritakan. Di kantungku ada batu hitam yang aku temukan di jalan sewaktu menuju kemari. Simpanlah batu ini dan gunakan dengan cara yang benar". Walaupun merasa heran dan keberatan untuk menyimpannya karena menganggap batu itu tidak bernilai, si pengemis itu toh menerima batu itu dan memasukannya ke dalam sakunya, karena ia tidak mau menyinggung perasaan Ahmad.
Abu dan Ahmad pun pulang ke rumah masing-masing. Abu masih jengkel dan kesal dengan si pengemis. Dia mengatakan bahwa si pengemis itu pembohong besar dan tetap yakin bahwa hidup orang akan berubah bila dia diberi banyak uang.
Si pengemis itu tinggal di sebuah perkampungan nelayan dan tetangganya adalah seorang nelayan yang setiap hari pergi melaut untuk menangkap ikan. Pada malam itu, tetangganya sedang memperbaiki jalanya. Dia mendapati bahwa kurang satu batu untuk mengikat jalanya sebagai pemberat. Karena hari telah malam dan esok pagi dia harus sudah berangkat melaut, maka dengan perasaan penuh harap ia pergi ke rumah si pengemis sambil menanyakan apakah di rumahnya ada batu yang bisa digunakan untuk pemberat jala. Si pengemis itu langsung teringat akan batu yang diberikan oleh Ahmad di pasar dan karena menganggap batu itu tidak bernilai, dengan ketulusan hatinya dia memberikan batu itu kepada tetangganya. Si tetangga berjanji bahwa ikan pertama yang ditangkapnya esok pagi akan diberikan kepada si pengemis.
Entah kenapa pagi itu dia hanya mendapat seekor ikan yang berukuran agak besar. Namun sesuai dengan janjinya, ikan tersebut diberikan kepada si pengemis. Si pengemis menolaknya dengan mengatakan bahwa dia menolong dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan apapun atas hal itu. Si tetangga bersih keras memberikan ikan yang ditangkapnya untuk memenuhi janjinya. Si pengemis pun menerima agar tetangganya tidak sakit hati karena pemberiannya ditolak. Sebelum dimasak, dia membelah perut ikan itu untuk dicuci. Matanya terbelalak kaget begitu melihat kilauan emas dalam perut ikan tersebut. Dia seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tapi perut ikan itu memang penuh dengan emas. Dia lantas menjual emas itu dan memakai uangnya sebagai modal usaha berjualan kain. Akhirnya ia menjadi seorang pedagang yang cukup kaya dan terkenal ditempatnya.
Sampai waktunya, Abu dan Ahmad kembali ke pasar yang sama untuk bertemu dengan si pengemis untuk mendapatkan jawaban yang tepat mengenai resep utama untuk sukses: uang semata-mata ataukah membantu orang lain dengan ketulusan hati.
Ketika sampai di pasar, mereka tidak bisa menemukan si pengemis itu. Mereka bertanya kepada orang-orang di situ, yang menceritakan bahwa dia tidak lagi mengemis karena sekarang telah menjadi seorang pedagang kain yang kaya raya, dan mereka memberikan alamat tempat tinggalnya yang sekarang. Dengan mudah mereka menemukan rumah si pengemis itu karena dia telah menjadi orang yang terkenal dengan sifat murah hati dan dermawan.
Dalam perjalanan mencari rumah si pengemis, Abu masih bersih keras bahwa perubahan hidup si pengemis terjadi karena uang yang telah diberikannya dahulu, tapi dia berpura-pura menjadi pengemis supaya apabila mereka bertemu lagi, Aku akan memberinya tambahan uang lagi.
Sesampai di rumahnya, Abu angkat bicara, "Aku bangga dengan perubahan hidupmu sekarang. Tapi aku kesal karena kamu berbohong kepadaku dengan mengatakan bahwa uangmu telah dibawa terbang oleh burung elang. Sungguh tidak masuk akal, bukan? Aku yakin kamu telah menggunakan uang yang dulu aku berikan untuk memulai usahamu sehingga sekarang kamu telah menjadi seorang yang kaya raya".
Dengan tenang, Ahmad bertanya bagaimana kisah sebenarnya yang telah membuat dia berhasil mengubah hidupnya, dari pengemis menjadi pengusaha. Maka dia pun menceritakan pengalamannya yang sungguh luar biasa itu. Tiba-tiba matanya tertumpu kepada sebuah sarang burung elang yang agak ganjil di pucuk pohon kelapa yang alasnya menyerupai sorban yang dulu dipakainya. Maka dipanjatnya pohon kelapa tersebut dan dia mendapati bahwa di sarang burung tersebut memang ada sorbannya dan uangnya pun masih utuh. Maka dipulangkan uang tersebut kepada Abu, tetapi Abu tidak mau mengambil uang tersebut sambil berpesan agar uang ini disedekahkan dengan ketulusan hati kepada orang lain yang lebih membutuhkan.
Pengalaman orang itu membuka mata Abu dan dia akhirnya mengakui bahwa manusia bisa mengubah hidupnya apabila dia dengan ketulusan hati mau mengubah hidupnya, selalu terbuka untuk membantu orang lain yang dalam kesulitan tanpa mengharapkan balasan apapun.
Yakinilah dirimu bahwa kesuksesan berawal dari ketutulusan hatimu, tulus dalam membantu orang lain maupun menjalani hidupmu.
No comments:
Post a Comment