STEVANI On Social Media

Thursday, September 3, 2020

Masalah-Masalah Usaha Kecil di Indonesia

 Masalah yang dihadapi oleh Usaha Kecil di Indonesia 


Masalah- Masalah Usaha Kecil di Indonesia

Usaha Kecil di Indonesia sudah banyak yang mengekspor hasil produksinya. Menurut penelitian Partnership for Economic Growth, 21% dari produk usaha kecil yang diteliti diekspor ke luar negeri, 27% dipasarkan di luar provinsi yang bersangkutan, 26% dipasarkan di dalam provinsi namun di luar kabupaten/ kota yang bersangkutan, dan 26% dipasarkan dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. (sumber : “Akses Pasar UKM Naik 47% setelah gunakan Website”, Bisnis Indonesia, 19 Oktober 2001, hal. 12).

Namun untuk dapat berkembang, dan bahkan untuk dapat menyelenggarakan kegiatannya saja, usaha kecil sudah mengalami berbagai masalah. Pada konperensi Nasional Usaha Kecil di Cipanas pada tanggal 4-6 Agustus 1997 dirumuskan masalah-masalah usaha kecil Indonesia secara umum (Sumber: Masalah-masalah di Seputar Usaha Kecil di Indonesia: Prosiding Konperensi Nasional Usaha Kecil (ISEI, Kadin, TAF,1998).

Kelompok masalah pertama adalah masalah-masalah di bidang manajemen, terbagi menjadi 3, yaitu manajemen sumber daya manusia,  manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran. Dalam manajemen sumber daya manusia, dijumpai masalah kurang jelas struktur organisasi dan pembagian kerja yang sering mengarah pada one man show dari pendiri usaha, sulitnya mencari dan mempertahankan pegawai yang berkualitas dab loyal, serta kurangnya managerial skill dari pengusaha sehingga tidak mampu merumuskan strategi bisnis yang mantap untuk menghadapi persaingan. Dalam bidang manajemen keuangan dijumpai masalah sulitnya memisahkan manajemen keuangan rumah tangga, dengan  keuangan perusahaan serta belum dilakukannya pencatatan dan pelaporan keuangan secara rutin dan tersusun rapi. Dalam bidang manajemen pemasaran, masalah yang dijumpai adalah kurang mampunya pengusaha untuk menyusun strategi pemasaran terutama dalam promosi dan penentuan harga produk, serta kesulitan untuk memperoleh informasi pasar yang akurat.

Kelompok masalah yang kedua adalah dalam bidang permodalan. Masalah permodalan pertama adalah rendah atau terbatas akses langsung pengusaha kecil terhadap berbagai informasi, layanan, dan fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. Masalah kedua berkaitan dengan prosedur dan penilaian dari pihak lembaga keuangan yang dirasakan terlalu rumit, antara lain bobot yang diberikan kepada adanya agunan dengan mengesampingkan kelayakan usaha, sehingga nilai kredit tidak sesuai dengan rencana pengembangan usaha. Masalah ketiga berkaitan dengan suku Bungan kredit, di mana usaha kecil merasakan bahwa suku bunga yang dikenakan pada mereka masih terlalu tinggi. Masalah keempat adalah kurangnya pembinaan dalam bidang keuangan yang diperoleh oleh usaha kecil.

Kelompok masalah yang ketiga adalah dalam bidang teknologi. Masalah pertama adalah kurangnya informasi tentang sumber perolehan teknologi, karena usaha kecil tidak tahu bagaimana mencari informasi teknologi yang diperlukan. Masalah kedua adalah kurang meratanya informasi teknologi. Masalah ketiga adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan teknologi tepat guna. Masalah keempat adalah kurangnya pembinaan teknologi dari pemerintah dan asosiasi. Masalah kelima adalah belum berjalannya program kemitraan.

Kelompok masalah yang keempat adalah pengadaan bahan baku. Permasalah pertama adalah bagi industry yang bahan bakunya diimpor dari luar negeri, kontinuitas pasokan, kualitas, dan harganya sulit untuk diprediksi. Permasalahan  kedua, bagi industry-industri yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri, kontinuitas pasokan, kualitas, dan persaingan dengan industry besar merupakan hal-hal yang menyulitkan. Permasalahan ketiga, harga bahan baku dalam negeri dinilai seringkali terlalu tinggi dan merupakan objek manipulasi agen penjual bahan baku. Permasalahan keempat, standard produk dalam negeri sebagai bahan baku masih belm diterapkan dengan benar sehingga menyulitkan pengolahannya menjadi produk akhir. Permasalahan kelima, kebijakan perdagangan luar negeri pemerintah juga sering mengganggu pasokan atau menghambat oengadaan bahan baku dalam negeri akibat persaingan dari impor.

Kelompok permasalahan kelima adalah dalam bidang pemasaran. Masalah pertama adalah masih lemahnya daya tawar pengusaha kecil terhadap pengusaha besar. Masalah kedua, biaya pemasaran seperti riset pasar, promosi, transportasi, dan pengepakan, masih relative mahal. Masalah ketiga, informasi pasar yang meliputi kebutuhan konsumen, harga produk, potensi pasar, peluang ekspor, jenis produk, dan spesifikasi produk yang dibutuhkan Negara lain, masih sulit diperoleh. Menurut penelitian, ternyata sumber informasi pasar terbesar bagi usaha kecil adalah rekan usaha yaitu 72%, sedangkan yang lain adalah dari pameran dan misi dagang, 10%, dari lembaga pemerintah swasta 8%, dari media internet 6%, dan dari media masa 4%. Kesulitan dalam memperoleh informasi pasar ternyata data sedikit diatasi dengan pengunaan internet dalam pengembangan usaha, sebab dengan penggunaan website, ternyata usaha kecil eksportir mampu meningkatkan akses ke pasar sebesar 47%. (sumber : “Akses Pasar UKM Naik 47% setelah gunakan website”, Bisnis Indonesia, 19 Oktober 2001, hal. 12.). Masalah keempat, lembaga asosiasi yang sudah ada belum berfungsi. Masalah kelima adalah belum adanya lembaga yang berfungsi sebagai media informasi dan promosi produk yang dihasilkan usaha kecil. Masalah keenam, mekanisme pembayaran melalui rekening bank seringkali sulit dan lama. Masalah ketujuh, seringkali terjadi penjuplakan produk usaha kecil terutama dengan kualitas yang lebih rendah.

Kelompok masalah yang keenam adalah dalam bidang prasarana, di mana dijumpai masalah dalam bentuk mahalnya tariff listrik, telepon, dan air bersih, rendahya kapasitas pasokannya, tidak adanya sarana pembuangan air limbah, kurangnya lahan perkampungan industry kecil sebagai sarana promosi dan pemasaran, tidak tersedianya sarana keuangan non-bank, kurang tersedianya lokasi pasar yang strategis, rendahnya kapasitas sarana transportasi, dan rendahnya kualitas jalan raya.

Kelompok masalah yang ketujuh adalah dalam bidang pungutan dan birokrasi, di mana dijumpai beberapa masalah. Pertama, tidak transparannya informasi baik yang menyangkut kewajiban pengusaha termasuk izin yang harus dimiliki, prosedur untuk memperolehnya, tarifnya, dan waktu penyelesaiannya, kedua, ketidak jelasan dan kompleksnya aturan yang harus diikuti oleh pengusaha. Ketiga, sulitnya memperoleh kesempatan untuk menjadi rekanan pemerintah. Kkeempat, besarnya sumbangan yang harus dikeluarkan oleh pengusaha yang tidak ada kaitannya dengan pengembangan usaha. Kelima, pelayanan birokrasi yang dirasa tdak sesuai dengan kebutuhan pengusaha kecil dan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

INSPIRASI : Buku “Pembangunan Daerah Mendorong PEMDA Berjiwa Bisnis” Oleh Ir. Sussongko Suhardjo , MSc, MPA, PhD, Jakarta : Panta Rei, 2006.

No comments:

Post a Comment