Masalah yang dihadapi oleh Usaha Kecil di Indonesia
Masalah- Masalah Usaha Kecil di Indonesia
Usaha Kecil di Indonesia sudah banyak yang mengekspor hasil
produksinya. Menurut penelitian Partnership
for Economic Growth, 21% dari produk usaha kecil yang diteliti diekspor ke
luar negeri, 27% dipasarkan di luar provinsi yang bersangkutan, 26% dipasarkan
di dalam provinsi namun di luar kabupaten/ kota yang bersangkutan, dan 26%
dipasarkan dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. (sumber : “Akses
Pasar UKM Naik 47% setelah gunakan Website”, Bisnis Indonesia, 19 Oktober 2001, hal. 12).
Namun untuk dapat berkembang, dan bahkan untuk dapat
menyelenggarakan kegiatannya saja, usaha kecil sudah mengalami berbagai
masalah. Pada konperensi Nasional Usaha Kecil di Cipanas pada tanggal 4-6
Agustus 1997 dirumuskan masalah-masalah usaha kecil Indonesia secara umum
(Sumber: Masalah-masalah di Seputar Usaha Kecil di Indonesia: Prosiding
Konperensi Nasional Usaha Kecil (ISEI, Kadin, TAF,1998).
Kelompok masalah pertama adalah masalah-masalah di bidang
manajemen, terbagi menjadi 3, yaitu manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran.
Dalam manajemen sumber daya manusia, dijumpai masalah kurang jelas struktur
organisasi dan pembagian kerja yang sering mengarah pada one man show dari pendiri usaha, sulitnya mencari dan
mempertahankan pegawai yang berkualitas dab loyal, serta kurangnya managerial skill dari pengusaha sehingga
tidak mampu merumuskan strategi bisnis yang mantap untuk menghadapi persaingan.
Dalam bidang manajemen keuangan dijumpai masalah sulitnya memisahkan manajemen
keuangan rumah tangga, dengan keuangan
perusahaan serta belum dilakukannya pencatatan dan pelaporan keuangan secara
rutin dan tersusun rapi. Dalam bidang manajemen pemasaran, masalah yang
dijumpai adalah kurang mampunya pengusaha untuk menyusun strategi pemasaran
terutama dalam promosi dan penentuan harga produk, serta kesulitan untuk
memperoleh informasi pasar yang akurat.
Kelompok masalah yang kedua adalah dalam bidang permodalan.
Masalah permodalan pertama adalah rendah atau terbatas akses langsung pengusaha
kecil terhadap berbagai informasi, layanan, dan fasilitas keuangan yang
disediakan oleh lembaga keuangan baik bank maupun non-bank. Masalah kedua
berkaitan dengan prosedur dan penilaian dari pihak lembaga keuangan yang
dirasakan terlalu rumit, antara lain bobot yang diberikan kepada adanya agunan
dengan mengesampingkan kelayakan usaha, sehingga nilai kredit tidak sesuai
dengan rencana pengembangan usaha. Masalah ketiga berkaitan dengan suku Bungan kredit,
di mana usaha kecil merasakan bahwa suku bunga yang dikenakan pada mereka masih
terlalu tinggi. Masalah keempat adalah kurangnya pembinaan dalam bidang
keuangan yang diperoleh oleh usaha kecil.
Kelompok masalah yang ketiga adalah dalam bidang teknologi.
Masalah pertama adalah kurangnya informasi tentang sumber perolehan teknologi,
karena usaha kecil tidak tahu bagaimana mencari informasi teknologi yang
diperlukan. Masalah kedua adalah kurang meratanya informasi teknologi. Masalah
ketiga adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan teknologi tepat guna.
Masalah keempat adalah kurangnya pembinaan teknologi dari pemerintah dan
asosiasi. Masalah kelima adalah belum berjalannya program kemitraan.
Kelompok masalah yang keempat adalah pengadaan bahan baku.
Permasalah pertama adalah bagi industry yang bahan bakunya diimpor dari luar
negeri, kontinuitas pasokan, kualitas, dan harganya sulit untuk diprediksi.
Permasalahan kedua, bagi
industry-industri yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri, kontinuitas
pasokan, kualitas, dan persaingan dengan industry besar merupakan hal-hal yang
menyulitkan. Permasalahan ketiga, harga bahan baku dalam negeri dinilai
seringkali terlalu tinggi dan merupakan objek manipulasi agen penjual bahan
baku. Permasalahan keempat, standard produk dalam negeri sebagai bahan baku
masih belm diterapkan dengan benar sehingga menyulitkan pengolahannya menjadi
produk akhir. Permasalahan kelima, kebijakan perdagangan luar negeri pemerintah
juga sering mengganggu pasokan atau menghambat oengadaan bahan baku dalam
negeri akibat persaingan dari impor.
Kelompok permasalahan kelima adalah dalam bidang pemasaran.
Masalah pertama adalah masih lemahnya daya tawar pengusaha kecil terhadap
pengusaha besar. Masalah kedua, biaya pemasaran seperti riset pasar, promosi,
transportasi, dan pengepakan, masih relative mahal. Masalah ketiga, informasi
pasar yang meliputi kebutuhan konsumen, harga produk, potensi pasar, peluang
ekspor, jenis produk, dan spesifikasi produk yang dibutuhkan Negara lain, masih
sulit diperoleh. Menurut penelitian, ternyata sumber informasi pasar terbesar
bagi usaha kecil adalah rekan usaha yaitu 72%, sedangkan yang lain adalah dari
pameran dan misi dagang, 10%, dari lembaga pemerintah swasta 8%, dari media
internet 6%, dan dari media masa 4%. Kesulitan dalam memperoleh informasi pasar
ternyata data sedikit diatasi dengan pengunaan internet dalam pengembangan
usaha, sebab dengan penggunaan website, ternyata usaha kecil eksportir mampu
meningkatkan akses ke pasar sebesar 47%. (sumber : “Akses Pasar UKM Naik 47%
setelah gunakan website”, Bisnis
Indonesia, 19 Oktober 2001, hal. 12.). Masalah keempat, lembaga asosiasi
yang sudah ada belum berfungsi. Masalah kelima adalah belum adanya lembaga yang
berfungsi sebagai media informasi dan promosi produk yang dihasilkan usaha
kecil. Masalah keenam, mekanisme pembayaran melalui rekening bank seringkali
sulit dan lama. Masalah ketujuh, seringkali terjadi penjuplakan produk usaha
kecil terutama dengan kualitas yang lebih rendah.
Kelompok masalah yang keenam adalah dalam bidang prasarana,
di mana dijumpai masalah dalam bentuk mahalnya tariff listrik, telepon, dan air
bersih, rendahya kapasitas pasokannya, tidak adanya sarana pembuangan air
limbah, kurangnya lahan perkampungan industry kecil sebagai sarana promosi dan
pemasaran, tidak tersedianya sarana keuangan non-bank, kurang tersedianya
lokasi pasar yang strategis, rendahnya kapasitas sarana transportasi, dan
rendahnya kualitas jalan raya.
Kelompok masalah yang ketujuh adalah dalam bidang pungutan dan
birokrasi, di mana dijumpai beberapa masalah. Pertama, tidak transparannya
informasi baik yang menyangkut kewajiban pengusaha termasuk izin yang harus
dimiliki, prosedur untuk memperolehnya, tarifnya, dan waktu penyelesaiannya,
kedua, ketidak jelasan dan kompleksnya aturan yang harus diikuti oleh
pengusaha. Ketiga, sulitnya memperoleh kesempatan untuk menjadi rekanan
pemerintah. Kkeempat, besarnya sumbangan yang harus dikeluarkan oleh pengusaha
yang tidak ada kaitannya dengan pengembangan usaha. Kelima, pelayanan birokrasi
yang dirasa tdak sesuai dengan kebutuhan pengusaha kecil dan tidak sebanding
dengan biaya yang dikeluarkan.
INSPIRASI : Buku “Pembangunan Daerah Mendorong PEMDA Berjiwa
Bisnis” Oleh Ir. Sussongko Suhardjo , MSc, MPA, PhD, Jakarta : Panta Rei, 2006.
No comments:
Post a Comment