STEVANI On Social Media

Thursday, August 27, 2020

Ekonomi Nasional Pasca-Krisis 1998

EKONOMI NASIONAL PASCA-KRISIS 1998

Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia, PDB dan indicator-indikator pengeluaran mengalami penurunan yang sangat drastis, yaitu dari tahun 1997 ke 1998. Pengecualiaanya adalah ekspor, yang justru meningkat akibat dari penurunan nilai tukar rupiah yang sangat tajam, sehingga harga barang ekspor kita menjadi rendah bila dilai dengan mata uang asing. Selain itu banyak juga produsen yang karena pasar dalam negeri hampi hilang sama sekali akibat dari menurunnya pengeluaran di dalam negeri G, I dan C semua anjlok), terpaksa mencari pasar di Negara lain yang tidak terkena krisis ekonomi, sehingga dengan pasar yang semakin besar  dan harga yang lebih rendah, volume ekspor bisa meningkat meskipun PDB (Produk Domestik Bruto) turun.

Pada tahun berikutnya , PDB tumbuh sedikit, yang terutama diakibatkan oleh peningkatan konsumsi (C). Pengeluaran pemerintah (G) di lain pihak hampir tidak meningkat dan ini disebabkan karena pendapatan pemerintah juga berkurang. Perusahaan banyak yang brangkut atau merugi akibat krisis ekonomi, dan ini menyebabkan mereka tidak membayar pajak yang menjadi pendapatan pemerintah. Investasi swasta, di lain pihak, justru turun drastic karena beberapa alasan.

Pertama, kondisi keamanan sangat labil, dimana mana terjadi kerusuhan, penjarahan, dan kejahatan- kejahatan lainnya, dan ini menyebabkan para pengusaha takut untuk melanjutkan usahanya. Kekhawatiran juga merambat ke usaha-usaha pertanian kecil, di mana para petani komoditipun mengalami penjarahan atas hasil tanaman yang sudah siap untuk dipanen. Kedua, karena kurang terjaminnya keamanan bagi pelaksanaan usaha dan volatile-nya pasar modal dan pasar uang, maka para pengusaha mengamankan uangnya baik dengan mengkonversinya menjadi valuta asing di dalam negeri maupun menyimpannya di luar negeri, (David Roche, dalam artikelnya “Emerging Markets Down he Tubes” (The Asian Wall Street Journal, 18 juli 2001, hal.6), memperlihatkan bahwa jumlah uang yang keluar dari Negara-negara sedang berkembang untuk mencari tempat yang aman dalam dolar AS setiap tahun adalah 75 miliar dolar)

Yang keduannya menyebabkan  jumlah rupiah yang bisa dipakai untuk investasi dan modal kerja berkurang. Dan ketiga, kondisi keamanan yang tidak kondusif memaksa perusahaan-perusahaan asing membatalkan realisasi penanaman modal asing yang sudah memperoleh persetujuan pemerntah.

Penurunan investasi swasta dan asing tersebut diimbangi dengan peningkatan investasi usaha kecil bila kepada usaha kecil tersebut diberikan rangsangan atau fasilitas yang memungkinkan mereka melakukan investasi.

Antara 1998 dan 1999 selain terjadi penurunan investasi swasta juga terjadi penurunan ekspor, dan ini disebabkan oleh beberapa factor. Pertama, dunia usaha tidak bisa bergerak dengan lancar akibat tidak adanya kredit modal kerja dan perbakan. Sebagaimana kita ketahui, dunia perbankan saat itu sedang kesulitan likuiditas akibat besarnya kredit macet dan kebutuhan untuk memenuhi ketentuan capiltal adequancy ratio (CAR) perbankan. Selain itu, bilapun ada, suku bunga kredit perbakan menjadi terlalu tinggi sehingga usaha apapun menjadi tidak layak. Kedua, kondisi keamanan tidak kondusif bagi pelaksanaan usaha termasuk ekspor dan impor. Misalnya banyak kasus di mana container yang berisi komoditi ekspor dijarah oleh pencoleng dalam perjalanan ke pelabuhan ekspor.

Ini menyebabkan pengiriman komoditi ekspor oleh pengusaha kota ke luar negeri menjadi tidak terjamin kontinuitasnya, sehingga banyak pemesan dari luar negeri yang mengalihkan pesanannya ke Negara-negara lainnya. Ketiga, tidak diterimanya letter of credit (LC) perbankan kita di luar negeri menyebabkan dunia usaha tidak dapat mengimpor bahan baku industry untuk ekspor. Ini terlihat dari menurun drastisnya volume impor pada saat itu. Dalam hal ini menyebabkan produksi tidak dapat dilakukan dan ekspor juga berhenti. Kekurangan bahan baku tidak hanya dialami oleh indutri pengolahan saja, tetapi juga oleh sector peternakan, yaitu dengan tidak dapat diperolehnya abahan makanan ternak yang tadinya diimpor.

Pada tahun berikutnya investasi swasta tetap menurun walaupun sedikit, karena kondisi keamanan masih belum kondusif dan pasar uang masih belum mantap. Para calon investor juga masih mengeluhkan banyakknya hambatan dalam pelaksanaan investasi. Bagi penanaman modal dalam negeri, hambatan investasi mencakup ksulitan pembiayaan, kelayakan proyek, kesulitan memperoleh lokasi yang sesuai, kesulitan pemasaran, dan kesulitan bahan baku. Bagi penanaman modal asing, hambatan-hambatan tersebut adalah kurangnya jaminan keamanan, inkonsistensi pelaksanaan peraturan dan kebijakan, adanya perselisihan di antara para pemegang saham, dan maraknya masalah perburuhan (“Realisasi Investasi Tahun 2000 Lebih Tinggi dari 1997”, Suara Pembaruan, 15 Februari 2001, hal. 4). 

Namun karena fasilitas letter of credit sudah tersedia, maka dunia usaha sudah dapat mengimpor bahan baku industrinya (terlihat dari meningkatnya volume impor), sehingga kegiatan industry ekspor juga sudah dapat berjalan kembali, dan ini terlihat dari meningkatnya volume ekspor. Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pada masa-masa awal Presiden Abdurrahman Wahid menyebabkan konsumsi meningkat.

Selain itu, kepercayaan luar negeri kepada pemerintahan baru juga memungkinkan pemerintah memperoleh pinjaman baru yang meningkatkan anggaran pemerintah. Akibat ini semua maka PDB juga meningkat cukup besar. Namun karena di antara komponen pengeluaran kenaikan yang besar hanya terjadi pada konsumsi (C), maka banyak yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi hanya didukung oleh meningkatnya konsumsi. Ini terlihat dari meningkatnya penjualan kendaraan bermotor pada tahun 2000 yang diperkirakan meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya, meningkatnya permohonan izin mendirikan bangunan, dan meningkatnya pendapatan perusahaan ritel (“Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2000 Hanya Didukung Meningkatnya Konsumsi”, Suara Pembaruan, 9 Februari 2001, hl.7). untuk itu dapat dicapainya pertumbuhan jangka panjang, pertumbuhan tersebut seharusnya didukung oleh peningkatan investasi.

No comments:

Post a Comment