EKONOMI PADA SKALA MAKRO
ARTIKEL TERKAIT : EKONOMI PADA SKALA MIKRO
HALAMAN 1 2 3 4
ARTIKEL TERKAIT : EKONOMI PADA SKALA MIKRO
Dalam kenyataannya, di dalam ekonomi nasional dan daerah
terdapat banyak sekali “Anda-Anda” lain yang pola pengeluarannya juga seperti
pola gambaran berikut :
Di dalam ilmu ekonomi (makro), pola aliran uang seperti
tergambarkan di atas dan aliran lain yang tidak tergambarkan di atas, dapat
dirumuskan menjadi sebuah persamaan matematis sebagai berikut :
Y = C + I + G + X – M
Di mana :
C = konsumsi, seperti uang yang dibayarkan untuk sekolah
anak, untuk cicil mobil, untuk makan
I = investasi, seperti investasi yang dilakukan oleh
pengusaha yang mendapatkan dana investasinya dari bank yang uangnya diperoleh
dari tabungan
G = belanja pemerintah yang dananya didapat dari pajak
M = pembayaran atas impor barang, seperti dalam hal ini impor
komponen kendaraan bermotor, pembayaran atas lisensi waralaba (restoran,
supermarket), pembayaran deviden yang merupakan hasil dari penanaman modal
asing dalam perusahaan local atau dalam anak perusahaan asing
X = penerimaan dari ekspor, yang dalam kasus si atas tidak
ada..
Persamaan di atas jelas memperlihatkan bahwa pendapatan
nasional (Y) hanya akan meningkat apabila salah satu atau semua
komponen-komponennya meningkat. Dan sebaliknya, pendapatan nasional akan
menurun apabila salah satu atau semua komponennya berkurang. Ini dapat
digunakan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada suatu Negara yang ekonominya
meningkat atau menurun, dan dapat juga dipergunakan untuk meramalkan pada
ekonomi suatu Negara apabila salah satu atau semua komponennya diusahakan untuk
ditingkatkan atau diturunkan. Persamaan ini juga, secara terbatas, dapat
menjelaskan apa yang terjadi ketika Negara kita mengalami krisis ekonomi sejak
1997.
Dengan naiknya kurs dolar Amerika Serikat dan mata uang
internasional lainnya, termasuk Yen Jepang, maka barang-barang impormenjadi
lebih tinggi harganya dalam rupiah. Padahal sebagian dari yang diimpor oleh
ekonomi kita adalah bahan baku untuk
industry kita yang sebagian besar adalah buatan luar negeri. Karena bahan baku
yang diimpor oleh ekonomi harganya menjadi lebih tinggi, maka ada beberapa
pilihan yang tersedia bagi produsen di Indoensia. Pertama, produsen kita yang memakai bahan baku impor akan harus
menaikkan harga jual produknya untuk dapat membiayai bahan baku yang diimpor
tersebut. Namun demikian, karena daya beli konsumen tidak meningkat (bahkan
kemudian menurun), maka produsen tersebut tidak bisa menaikkan harga jual
produknya. Karena harga jual produk tidak bisa dinaikkan, padahal harga bahan
baku meningkat, maka produsen hanya dapat melakukan kegiatan produksi dengan
merugi1 , atau mengurangi produksi dengan harapan harga akan meningkat karena pemasok berkurang 2,
atau menghentikan kegiatan produksi sama sekali. Kedua, produsen kita sebenarnya dapat memakai bahan baku buatan
dalam negeri yang karena tidak diimpor maka harganya tidak perlu naik. Namun
karena selama ini industry kita didesain untuk menggunakan bahan baku impor,
maka tidak ada bahan baku lokal yang tersedia di pasar3. Akibatnya,
maka para produsen harus mengurangi atau menghentikan kegiatan produksinya,
karena tidak kuat membiayai impor bahan baku. Pengurangan ataupun penghentian kegiatan
produksi mengakibatkan perusahaan-perusahaan kita harus melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK) bagi para pegawainya, sehingga banyak sekali pegawai kita
yang menganggur dan tidak mempunyai penghasilan. Akibat dari semakin banyaknya
orang yang menganggur, maka penghasilan masyarakat secara keseluruhan menurun
sehingga daya beli masyarakat semakin menurun, dan ini mengakibatkan permintaan
akan barang juga semakin turun lagi, dan dampak akhirnya adalah semakin
berkurangnya kegiatan produksi.
HALAMAN 1 2 3 4
1 Sjahrir dalam bukunya Krisis Ekonomi Menuju Reformasi Total (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia &
Yayasan Padi & Kapas, 1999, halaman 110) menyitir sebuah cerita dari The Asian Wall Street Journal, 16
Oktober 1997, mengenai seorang pedagang makanan di Salemba yang bernama Mamad
yang tidak tahu mengenai IMF. Bulan sebelumnya biaya yang dikeluarkan Mamad
untuk bahan baku dagangannya seperti beras, minyak goring, dan sayuran,
meningkat dengan 30%, namun Mamad tidak dapat menaikkan harga jualannya karena
pelanggannya sudah berkurang sebanyak 60%. Tentu ini berarti bahwa Mamad tidak
memperoleh untung dari dagangannya itu, atau malah merugi. Bila ini berlangsung
terus, Mamad berpendapat bahwa ia akan harus menutup dagangannya.
2 Hukum penawaran-permintaan menyatakan bahwa
bila pasokan meningkat sedangkan permintaan tetap, maka harga akan menurun;
sebaliknya bila pasokan menurun sedangkan permintaan tetap, maka harga akan
naik; bila pasokan tetap sedangkan permintaan meningkat, maka harga akan
meningkat.
3 Sampai-sampai pakan ternak-pun, sebagaimana
kita ingat, tidak ada di pasar akibat kita tidak bisa mengimpor pakan ternak
tersebut. Artinya, produksi pakan ternak di dalam negeri tidak ada, yang
kemudian mengakibatkan perternakan-perternakan menutup kegiatannya.
INSPIRASI : Buku “Pembangunan Daerah Mendorong PEMDA Berjiwa
Bisnis” Oleh Ir. Sussongko Suhardjo , MSc, MPA, PhD, Jakarta : Panta Rei, 2006.
No comments:
Post a Comment